Serang (dejavuBanten) - Tahun 1682 - 1684 muncul perselisihan dalam Kesultanan Banten, akibat perebutan kekuasaan dan pertentangan antara Sultan Ageng dengan putranya Sultan Haji. Perpecahan ini dimanfaatkan oleh VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) yang memberikan dukungan kepada Sultan Haji, sehingga perang saudara tidak dapat dielakkan.
Untuk memperkuat posisinya, Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar sempat mengirimkan 2 orang utusannya, menemui Raja Inggris di London tahun 1682, untuk mendapatkan dukungan serta bantuan persenjataan.
Dalam perang ini Sultan Ageng terpaksa mundur dari istananya, dan pindah ke kawasan yang disebut dengan Tirtayasa, tetapi pada 28 Desember 1682 kawasan ini juga dikuasai oleh Sultan Haji bersama VOC.
Sultan Ageng bersama putranya yang lain Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf dari Makasar, mundur ke arah selatan pedalaman Sunda. Namun pada 14 Maret 1683 Sultan Ageng tertangkap kemudian ditahan di Batavia.
VOC terus mengejar, dan menggempur pengikut Sultan Ageng yang masih berada dalam pimpinan Pangeran Purbaya, dan Syekh Yusuf. Pada 5 Mei 1683, VOC mengirim Untung Surapati yang berpangkat letnan beserta pasukan Balinya, bergabung dengan pasukan pimpinan Letnan Johannes Maurits van Happel menundukkan kawasan Pamotan dan Dayeuh Luhur, dan pada 14 Desember 1683 mereka berhasil menawan Syekh Yusuf.
Setelah terdesak akhirnya Pangeran Purbaya menyatakan menyerah. Kemudian Untung Surapati disuruh oleh Kapten Johan Ruisj untuk menjemput Pangeran Purbaya, dan dalam perjalanan membawa Pangeran Purbaya ke Batavia, mereka berjumpa dengan pasukan VOC yang dipimpin oleh Willem Kuffeler, tetapi terjadi pertikaian di antara mereka, puncaknya pada 28 Januari 1684, pos pasukan Willem Kuffeler dihancurkan, dan berikutnya Untung Surapati beserta pengikutnya menjadi buronan VOC. Sedangkan Pangeran Purbaya sendiri baru pada 7 Februari 1684 sampai di Batavia.
Barter Wilayah dan Kekuatan Perang
Bantuan dan dukungan VOC kepada Sultan Haji mesti dibayar dengan memberikan kompensasi kepada VOC di antaranya pada 12 Maret 1682, wilayah Lampung diserahkan kepada VOC, seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten. Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yang membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung. Selain itu berdasarkan perjanjian tanggal 17 April 1684, Sultan Haji juga mesti mengganti kerugian akibat perang tersebut kepada VOC.
Setelah meninggalnya Sultan Haji tahun 1687, VOC mulai mencengkramkan pengaruhnya di Kesultanan Banten, sehingga pengangkatan para Sultan Banten mesti mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral Hindia Belanda di Batavia. Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya diangkat mengantikan Sultan Haji namun hanya berkuasa sekitar tiga tahun, selanjutnya digantikan oleh saudaranya Pangeran Adipati dengan gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin dan kemudian dikenal juga dengan gelar Kang Sinuhun ing Nagari Banten.
Perang saudara yang berlangsung di Banten meninggalkan ketidakstabilan pemerintahan masa berikutnya. Konfik antara keturunan penguasa Banten, maupun gejolak ketidakpuasan masyarakat Banten, atas ikut campurnya VOC dalam urusan Banten. Perlawanan rakyat kembali memuncak pada masa akhir pemerintahan Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin, di antaranya perlawanan Ratu Bagus Buang dan Kyai Tapa. Akibat konflik yang berkepanjangan Sultan Banten kembali meminta bantuan VOC dalam meredam beberapa perlawanan rakyatnya sehingga sejak 1752 Banten telah menjadi vassal dari VOC.
Untuk membersihkan nama Sultan Haji, maka dibuatlah Legenda yang berhubungan dengan Legenda Syekh Maulana Mansyurudin yang dihubungkan dengan Batu Qur'an Pandeglang
Literasi YSN
Sumber : dari berbagai sumber
Foto : Istimewa
Labels:
Kesultanan
Thanks for reading Perang Saudara di Kesultanan Banten 1682 - 1684. Please share...!
0 Komentar untuk "Perang Saudara di Kesultanan Banten 1682 - 1684"