-->

dejavu Banten

YSN (Yayasan Salakanagara Nusantara), dejavu Banten

Wanita Cantik di Mata Pria

Wanita Cantik di Mata Pria
Wanita-wanita Berparas Menawan Hati

News

Didukung Oleh

Back to Blogspot A to Z

Salakanagara merupakan Kerajaan (Sunda) Tertua dI Indonesia 130 - 362 M

Serang (dejavuBanten - Berdasarkan Naskah Wangsakerta - Kerajaan ini diperkirakan merupakan kerajaan paling awal yang ada di Nusantara. Sementara Salakanagara sendiri bahasa Sansakerta, memiliki arti "Negara Perak".

Salakanagara diyakini juga sebagai Leluhur Suku Sunda, hal ini dikarenakan wilayah peradaban Salakanagara sama persis dengan wilayah peradaban orang Sunda selama berabad-abad. 

Hal tersebut di atas diperkuat dengan adanya kesamaan kosakata, antara Sunda dan Salakanagara. Selain itu, ditemukan bukti lain berupa Jam Sunda atau Jam Salakanagara, cara mereka menyebut Waktu/Jam dengan bahasa Sunda.

Semua rujukan pembahasan mengenai Salakanagara, pasti berawal dari tokoh awalnya yang berkuasa di sini, yakni Aki Tirem. Dirinya sebagai penghulu, atau penguasa kampung setempat, yang akhirnya menjadi mertua dari "Duta asal Pallawa" yang bernama Dewawarman.

Sedikit misteri yang belum terpecahkan, bahkan masih menjadi bahan perdebatan, dimana Aki Tirem juga dikenal sebagai Aki Luhurmulya, bahkan dia disebut juga sebagai Angling Dharma menurut Hindu, dan Wali Jangkung menurut Islam. Namun demikian ada juga cerira di kalangan masyarakat yang menyebut nama Prabu Angling Dharma atau Wali Jangkung sebagai nama lain dari Dewawarman.

Tokoh yang bernama Angling Dharma ini juga diakui berada di wilayah lain, bukan hanya di Salakanagara.

Agar cerita Salakanagara tetap dapat disampaikan, maka dari berbagai sumber, kami memutuskan untuk sementara mengambil alur cerita sejarah yang umum berkembang di masyarakat Banten.

Ketika puteri Sang Aki Luhur Mulya bernama "Dewi Pohaci Larasati" diperisteri oleh Dewawarman, membuat semua pengikut, dan pasukan Dewawarman menikahi wanita setempat, dan tidak ingin kembali ke kampung halamannya.

Ketika Aki Tirem meninggal, Dewawarman diangkat sebagai raja, sebagai pengganti sang Ayah Mertua. Kemudian pada tahun 130 Masehi, Dewawarman mendirikan sebuah kerajaan dengan nama "Salakanagara", yang ibukotanya di "Rajatapura". Konon, kota inilah yang disebut Argyrè oleh Claudius Ptolemaeus ilmuwan Yunani dalam bukunya, Geographia, yang ditulis kira-kira tahun 150 Masehi, terletak di daerah Teluk Lada, Pandeglang, Banten.

Dalam bahasa Yunani, argyre adalah “perak”, sementara Salaka, dalam bahasa Sunda, artinya juga “perak”. Timbul pertanyaan, apakah  Argyre yang dimaksud Ptolemaeus adalah Kerajaan Salakanagara?

Berangkat dari Argyre dari pernyataan Claudius Ptolemaeus yang bukunya dirilis 150 M, sementara
Kerajaan Salakanagara didirikan pada tahun 130 M, atau 20 tahun sebelum Ptolemaeus menerbitkan Geographia, hal ini masih menjadi perdebatan di kalangan peneliti dan pakar sejarah.

Perdebatan sejarahnya, jika hal tersebut dikaitkan dengan Kerajaan Kutai yang sebelum diungkapnya Salakanagara menjadi Kerajaan Tertua di Indonesia, mengingat sebelum terungkapnya Kerajaan Salakanagara, Kerajaan Kutailah yang berdiri pada abad ke 4 yang tertua di Indonesia.

Salah satu bukti Salakanagara menjadi Kerajaan yang lebih tua dari Kerajaan Kutai adalah, ditemukannya catatan perjalanan dari Cina, dimana Kerajaan Salakanagara telah menjalin hubungan dagang dengan Dinasti Han. Dimana, kerajaan Sunda ini pernah mengirimkan utusan ke Cina pada abad ke-3.

Dewawarman menjadi raja pertama dengan gelar "Prabu Darmalokapala Dewawarman Aji Raksa Gapura Sagara". Beberapa kerajaan kecil di sekitarnya menjadi daerah kekuasaannya, antara lain Kerajaan Agninusa (Negeri Api) yang berada di Pulau Krakatau.

Hingga tahun 362 Rajatapura adalah ibukota Salakanagara yang menjadi pusat pemerintahan Raja-Raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII). Salakanagara bertahan menjadi kerajaan selama 232 tahun, atau tepatnya dari tahun 130 Masehi hingga tahun 362 Masehi. 

Raja Dewawarman I berkuasa selama 38 tahun, lalu digantikan oleh anaknya yang menjadi Raja Dewawarman II dengan gelar "Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra. 

Sementara raja Salakanagara terakhir adalah "Prabu Dharmawirya" tercatat sebagai Raja Dewawarman VIII, yang berkuasa hingga tahun 363. Pada masa kekuasaan Dewawarman VIII, keadaan ekonomi penduduknya sangat baik, makmur sentosa, juga kehidupan beragamanya sangat harmonis.

Dalam kurun waktu 130 - 362 Masehi, Kerajaan Salakanagara pernah dua kali dipimpin oleh Ratu, yakni Mahisa Suramardini Warmandewi (276-289 M) dan Sphatikarnawa Warmandewi (340-348 M).

Setelah tahun 363 M, Salakanagara telah menjadi kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Tarumanagara yang didirikan pada tahun 358 Masehi oleh Maharesi yang berasal dari Calankayana, India bernama "Jayasinghawarman". (SSM)

Teluk Lada

Serang (dejavuBanten) - Teluk Lada, atau Teluk Peper, adalah teluk yang terletak di Selat Sunda, di sisi barat daya Provinsi Banten. Teluk ini adalah bagian laut yang membatasi sisi utara Ujung Kulon.

Teluk Lada pernah menjadi daerah pelabuhan yang cukup ramai sebelum letusan besar Gunung Krakatau tahun 1883. Kala itu ia masih dinamakan dengan bahasa Belanda, Pfeferbai. Setelah disapu tsunami, daerah itu dinyatakan tertutup untuk pemukiman dan sisi selatannya kemudian dikembangkan menjadi cagar alam.

Teluk Lada juga biasa disebut dengan Teluk Naga. Sebagai bahan kajian, tentunya ini bukan sekedar nama, tetapi memiliki makna yang erat dengan penamaannya tersebut.

Literasi YSN

Sumber : dari berbagai sumber
Foto : Istimewa
Indonesia Mandiri

Foto : Istimewa

Silsilah Sultan Banten

Kiri - Sultan Syarif Muhammad ash-Shafiuddin

Serang (dejavuBanten - 2016 - Sekarang Sultan Syarif Muhammad ash-Shafiuddin Ratu Bagus Hendra Bambang Wisanggeni Soerjaatmadja. Di bawah pemerintah Provinsi Banten, Indonesia

Daftar Sultan Banten

Sultan Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati Sultan ke-2 Kesultanan Cirebon
  • 1552 - 1570 Sultan Maulana Hasanuddin Pangeran Sabakinking 8 Oktober 1526 M (1 Muharam 933 H) - 1552 M, sebagai kadipaten di bawah Kesultanan Cirebon
  • 1570 - 1585 Sultan Maulana Yusuf Pangeran Pasareyan
  • 1585 - 1596 Sultan Maulana Muhammad
Pangeran Sedangrana
Prabu Seda ing Palembang
  • 1596 - 1647 Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdulkadir
Pangeran Ratu
Sultan Agung
  • 1647 - 1651 Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad
Pangeran Anom
Sultan Kilen
  • 1651 - 1683 Sultan Ageng Tirtayasa, alias Abu al-Fath, alias Abdul Fattah
Pangeran Dipati
Pangeran Surya
  • 1683 - 1687 Sultan Abu Nashar Abdul Qahar
Sultan Haji 
Pangeran Dakar
Lahir - Mangkat : (1631 - 11 Desember 1692)

Berkuasa : 1682-1687
  • 1687 - 1690 Sultan Abu al-Fadhl Muhammad Yahya
  • 1690 - 1733 Sultan Abu al-Mahasin Muhammad Zainulabidin
Pangeran Adipadi
Kang Sinihun ing Nagari Banten
  • 1733 - 1750 Sultan Abdullah Muhammad Syifa Zainularifin
  • 1750 - 1752 Sultan Syarifuddin Ratu Wakil2 Pangeran Syarifuddin dalam pengaruh Ratu Syarifah
 Fatima
  • 1752 - 1753 Sultan Abu al-Ma'ali Muhammad Wasi Pangeran Arya Adisantika
  • 1753 - 1773 Sultan Abu al-Nasr Muhammad Arif Zainulasyiqin
  • 1773 - 1799 Sultan Aliyuddin I Abu al-Mafakhir Muhammad Aliyuddin
  • 1799 - 1801 Sultan Muhammad Muhyiddin Zainussalihin
  • 1801 - 1802 Sultan Muhammad Ishaq Zainulmuttaqin
  • 1802 - 1803 Caretaker Sultan Wakil Pangeran Natawijaya Untuk sementara administrasi Kesultanan
 Banten dipegang oleh seorang Caretaker Sultan Wakil Pangeran Natawijaya
  • 1803 - 1808 Sultan Aliyuddin II Abu al-Mafakhir Muhammad Aqiluddin
  • 1808 - 1809 Caretaker Sultan Wakil Pangeran Suramenggala Untuk sementara administrasi 
Kesultanan Banten dipegang oleh seorang Caretaker Sultan Wakil Pangeran Suramenggala
  • 1809 - 1813 Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin
Catatan:
1. Persyaratan bagi penobatan tersebut dituangkan dalam sebuah perjanjian yang ditandatangani pada 17 April 1684, di dalamnya berisi batas kedaulatan Banten, dengan demikian segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan dalam dan luar negeri harus atas persetujuan VOC.

2. Ketika Sultan Abdullah Muhammad Syifa Zainularifin dibuang ke Ambon, istrinya Ratu Syarifah Fatima berhasil membujuk Belanda (Baron van Inhoff), untuk menobatkan putranya dari suami terdahulu sebagai Sultan Banten. Pangeran Syarifuddin pun naik takhta dengan gelar Sultan Syarifuddin Ratu Wakil. Namun demikian,  pada kenyataannya yang berkuasa adalah Ratu Syarifah Fatima. Hal inilah yang menyebabkan tidak diakuinya Sultan Abdullah Muhammad Syifa Zainularifin, maupun Ratu Syarifah Fatima sebagai Sultan Banten ke-11.

Pewaris Kesultanan setelah dihapuskan Belanda
  • 1832 - 1888 Pangeran Surya Kumala (Pangeran Suryo Kumolo) (Catatan) 1
  • 1888 - 1946 Pangeran Timoer Soerjaatmadja (Catatan) 1 & 2
  • 1946 Ratu Bagus Aryo Marjono Soerjaatmadja (Catatan) 3
  • 4 Ratu Bagus Abdul Mugni Soerjaatmadja
Catatan:
1. Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin yang dibuang ke Surabaya merasa kecewa atas perlakuan penjajah, dan melarang keturunannya untuk menikah dengan keturunan Eropa. Tapi Pangeran Surya Kumala melanggarnya, yang mengakibatkan hak pewarisan tahta Kesultanan Banten dialihkan kepada Pangeran Timur Soerjaatmadja.

2. Pada masa vakum Kesultanan Banten, rakyat Banten di bawah pimpinan para Ulama secara seporadis sering mengadakan perlawanan kepada pemerintah Hindia Belanda, yang menyuarakan spirit kesultanan Banten dan keislaman, hal ini dapat dilihat pada  peristiwa Geger Cilegon tahun 1888.

3. Diawal kemerdekaan RI tepatnya  tahun 1946 - 1948, di Yogyakarta terjadi pertemuan antara pewaris takhta Kesultanan Banten: Ratu Bagus Aryo Marjojo Soerjaatmadja, dan K.H. Tubagus Achmad Chotib al-Bantani (Residen Banten), yang dihadiri pula oleh Soekarno, dan Sultan Hamengkubuwono IX. Pada pertemuan ini, Soekarno mempersilakan pewaris takhta Kesultanan Banten untuk memimpin wilayah Banten kembali, tetapi pewaris takhta yang sesngguhnya, saat itu masih punya tanggung jawab sebagi Direktur BRI (kini setingkat Gubernur Bank Indonesia), menitipkan kepemimpinan Banten termasuk penjagaan, dan pengurusan aset keluarga besar Kesultanan Banten kepada K.H. Tubagus Achmad Chotib al-Bantani selaku Residen Banten, sampai saat bilamana anak atau cucu Marjono kembali ke Banten.

Literasi YSN

Sumber : dari berbagai sumber
Foto : Istimewa
Indonesia Mandiri

Lepasnya Lampung dan Penghapusan Kesultanan Banten 1808 - 1813

Masjid Agung Banten
Serang (dejavuBanten) - Setelah Perang Saudara, pada tahun 1808 Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1808-1810, memerintahkan pembangunan Jalan Raya Pos untuk mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris. 

Daendels memerintahkan Sultan Banten untuk memindahkan ibu kotanya ke Anyer, dan menyediakan tenaga kerja untuk membangun pelabuhan yang direncanakan akan dibangun di Ujung Kulon. Sultan menolak perintah Daendels, sebagai jawabannya Daendels memerintahkan penyerangan atas Banten dan menghancurkan Istana Surosowan. 

Sultan beserta keluarganya disekap di Puri Intan (Istana Surosowan), dan kemudian dipenjarakan di Benteng Speelwijk. Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin kemudian diasingkan, dan dibuang ke Batavia. Pada 22 November 1808, Daendels mengumumkan dari markasnya di Serang, bahwa wilayah Kesultanan Banten telah dimasukan ke dalam wilayah Hindia Belanda.

Selain itu Gubernur Jendral Herman Willem Daendels mengeluarkan surat keputusan pada tanggal 22 November 1808 untuk melepaskan Lampung, dari wilayah kesultanan Banten, dan keterkaitannya dengan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), wilayah Lampung dalam surat keputusan tersebut langsung berada dibawah pengawasan Gubernur Jenderal.

Kesultanan Banten resmi dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin dilucuti dan dipaksa turun tahta oleh Thomas Stamford Raffles. Peristiwa ini sejarah berakhirnya riwayat Kesultanan Banten.


Literasi YSN

Sumber : dari berbagai sumber
Foto : Istimewa



Wanita Cerdas Hormati Pria Berpengetahuan Luas

Wanita Cerdas Hormati Pria Berpengetahuan Luas
Jendela Nusantara

Proud to be Indonesia

Proud to be Indonesia
Back to Local Wisdom

Iklan : WWT, IM. OtO, WM


Back To Top