![]() |
Makam Syeikh Maulana Mansur di Pandeglang |
Dari catatan yang ada di laman Pemkab Pandeglang, masa pemerintahan Sultan Haji yang kooperatif dengan Belanda (Red: Penghianat Bangsa), yang pada masa itu dipenuhi dengan pemberontakan dan kekacauan di segala bidang, sehingga sebagian besar masyarakat tidak mengakuinya sebagai sultan.
Dari riwayat Sultan Haji yang berkuasa dari tahun 1682 M hingga tahun 1687 M, yang membawa cerita yang sangat memalukan, maka munculah rekayasa berbagai cerita yang menyimpang dari data-data sejarah. Sultan Haji yang lahir pada tahun 1631, dan mangkat pada 11 Desember 1692.
Versi 1
Dikisahkan bahwa yang melawan Sultan Ageng bukanlah Sultan Haji, melainkan orang yang menyerupai Sultan Haji yang berasal dari Pulau Putri / Mejati. Orang ini datang ke Banten ketika Sultan Haji sedang menunaikan ibadah haji ke Mekkah.
Versi 1
Dikisahkan bahwa yang melawan Sultan Ageng bukanlah Sultan Haji, melainkan orang yang menyerupai Sultan Haji yang berasal dari Pulau Putri / Mejati. Orang ini datang ke Banten ketika Sultan Haji sedang menunaikan ibadah haji ke Mekkah.
Sekembalinya Sultan Haji yang asli dari menunaikan ibadah haji, ia mendapati kenyataan Banten sedang dalam keadaan penuh huru hara. Untuk menghindari keadaan, agar keadaan tidak semakin buruk, maka , Sultan Haji pergi ke Cimanuk, tepatnya kearah Cikadueun, Pandeglang.
Di Cikadueun ia menyebarkan agama Islam hingga wafat disana, dan dikenal sebagai Haji Mansyur atau Syekh Mansyur Cikadueun.
Versi 2
Versi 2
Syekh Mansyur Cikadueun adalah ulama besar yang berasal dari Jawa Timur, yang hidup semasa dengan Syehk Nawawi al Bantani.
Kedua tokoh tersebut terlibat langsung dalam perang Diponogoro, yang berakhir dengan ditangkap oleh Belanda, Syekh Mansyur dilkejar oleh Belanda, dan lari yang akhirnya menetap di kampung Cikadueun, sementara Syekh Nawawi al Bantani kembali ke Mekkah.
Versi Fakta Lapangan
Versi Fakta Lapangan
Dari batu nisan yang terdapat di komplek makam Syekh Mansyur Cikadueun, merupakan tipologi yang menyerupai batu nisan tipe Aceh. Nisan tersebut memiliki bentuk dasar pipih, bagian kepala memiliki dua undakan, makin keatas makin mengecil.
Pada bagian atas badan nisan terdapat tonjolan berbentuk tanduk. Hiasan berupa sulur daun dan tanaman terdapat hampir diseluruh badan nisan tanpa ragam hias kaligrafi.
Syekh Mansyur dan Batu Qur’an
Nama Cikadueun erat dengan Batu Quran, yang dahulu diyakini adalah pijakan kaki Syekh Maulana Mansyur ketika hendak pergi berhaji ke tanah suci, Mekkah. Selanjutnya
0 Komentar untuk "Legenda Syekh Maulana Mansyurudin"